DPRD Medan Minta Kejari Ungkap Aktor Lain Korupsi BBM di Polonia

Kamis, 13 November 2025 | 14.36 WIB

Bagikan:
Anggota DPRD Medan, Rommy Van Boy. (foto : mimbar/mar)

MEDAN, (MIMBAR) - Anggota DPRD Medan, Rommy Van Boy mendesak Kejari mengungkap aktor lain korupsi BBM becak sampah di Polonia.


Desakan itu disampaikan Rommy menyusul penetapan tiga tersangka, dua di antaranya telah ditahan. Ia menilai praktik korupsi tak mungkin hanya melibatkan camat dan kepala seksi sarana dan prasarana (Kasi Sarpras).


"Korupsi BBM tidak mungkin terjadi bila hanya dilakukan dua pejabat itu. Kejari harus menelusuri dan menindak siapa pun yang terlibat," kata Rommy kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).


Rommy menilai langkah tegas Kejari Medan penting sebagai peringatan bagi aparatur pemerintah agar tidak menyalahgunakan dana publik.


"Pak Kejari jangan pandang bulu. Mereka yang menyelewengkan uang BBM becak pengangkut sampah ini telah berlaku dzalim terhadap petugas kebersihan yang bekerja di lapangan," tegas Rommy.


Politikus Golkar yang duduk di Komisi IV DPRD Medan itu juga menyampaikan apresiasi atas langkah cepat Kejari dalam menetapkan dan menahan dua tersangka. Namun, ia menegaskan penegakan hukum belum tuntas.


"Kami percaya masih ada pihak lain yang terlibat. Karena itu, penegakan hukum harus dilanjutkan secara menyeluruh," pungkasnya.


Sebelumnya, Kejari Medan menahan dua tersangka, yakni IAS, mantan Camat Medan Polonia sekaligus pengguna anggaran, dan IRD, tenaga honorer di kecamatan tersebut. Keduanya dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Medan selama 20 hari ke depan.


Satu tersangka lain, KAL, Kasi Sarpras sekaligus pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), belum ditahan karena mangkir dari pemeriksaan tanpa alasan jelas. Kejari menyatakan siap melakukan upaya jemput paksa.


Kasi Pidana Khusus Kejari Medan, Mochamad Ali Rizza, menyebut penyidikan menemukan bukti manipulasi pembelian BBM solar subsidi senilai Rp1,017 miliar dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp332 juta.


Ketiganya dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Penyidik menemukan indikasi laporan fiktif dan volume bahan bakar yang tidak sesuai dengan pemakaian di lapangan. Beberapa kendaraan tercatat mengisi BBM pada hari ketika tidak beroperasi.


"Realisasi tidak akurat. Ada perbedaan signifikan antara volume yang dilaporkan dan penggunaan sebenarnya," kata Rizza.


Kejari Medan masih menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk aktor, pemasok BBM dan rekanan pengadaan.


"Kami dalami aliran dana serta pola pertanggung jawaban anggaran," ujarnya. (01)


KOMENTAR