Penasihat hukum pabrik seng SNI, Nasib Pane, SH dan Muara Simbolon, SH. (foto : mimbar/ded) |
MEDAN, (MIMBAR) - Karyawan PT Intan Nasional Iron Industri dan PT Intan Mas Indologam, Medan kembali menggelar unjukrasa, terkait belum dibayarnya upah mereka sejak Agustus 2023 sampai Februari 2024.
Karyawan pabrik seng tersebut menggelar unjukrasa di kantor Gubsu dan Disnaker Sumut, Senin (25/3/2024).
Dalam aksinya, mereka mendesak Gubsu mencopot Kepala Unit Pelaksana Tugas Wilayah I Pengawas Ketenagakerjaan Sumut, karena tidak mampu menyelesaikan kasus ketenagakerjaan. Kemudian mendesak pihak perusahaan membayar hak - hak karyawan.
Aksi mereka lakukan bersamaan dengan para pekerja perusahaan lain, yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Provinsi Sumatera Utara (KSBSI Sumut).
Dikatakan bahwa, berdasarkan kasus-kasus yang telah diadukan pada Dinas Ketenagakerjaan Sumut, hingga saat ini belum ada tindaklanjut maupun penyelesaiannya. Sehingga mereka mendesak pemerintah daerah melakukan tekanan untuk menyelesaikan persoalan.
Sebelumnya, Senin (2/10/2023) karyawan PT Intan Nasional Iron industri dan PT Intan Mas Indologam juga melakukan unjukrasa terkait persoalan itu. Aksi dilakukan di Jalan Gandi 130 Medan.
Penasihat hukum perusahaan, Nasib Pane, SH dan Muara Simbolon, SH kepada wartawan, Senin (25/3/2024) mengaku selama 50 tahun beroperasi, perusahaan tidak pernah mengalami gagal bayar gaji.
"Baru kali ini terjadi, karena adanya persaingan usaha tidak sehat, banyak beredar seng non SNI yang tipis diduga menggunakan kaleng roti dan kaleng minuman, sehingga PT Intan Nasional Iron Industri yang memproduksi seng sesuai SNI kalah bersaing harga dengan seng non SNI yang dijual murah," sebutnya.
Ia mengatakan, disebabkan tidak adanya penjualan seng, tidak ada dana yang masuk. Sebab itu, pihaknya juga berharap pemerintah menindak tegas perusahaan yang memproduksi seng non SNI yang diduga menggunakan kaleng minuman dan kaleng roti.
"Kami bukan tidak sanggup untuk bersaing dagang, tapi pihak lawan pakai bahan kaleng minuman dan lalemg roti sangat tipis, lalu distempel SNI untuk seng atap. Sedangkan standar kami seng atap/BJLS minimun ketebalan 0,20 millimeter," ujarnya.
Ia juga mengatakan telah meminta karyawan menjadi saksi ke Departemen Perdagangan, tapi sepertinya karyawan enggan alias masa bodoh.
Menurutnya, perbedaan antara seng SNI dan yang bukan sekitar 40 persen, dan faktanya seng berbagai merek bukan kualitas SNI banyak beredar di Kota Medan dan Provinsi Sumatera Utara.
Harus digarisbawahi bahwa memperdagangkan barang non SNI merupakan tindak pidana berdasarkan UU No. 20 tahun 2014 tentang standarisasi dan penilaian kesesuaian, khususnya pasal 67 diancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp35 Miliar.
Disebutkannya, permasalahan ini sudah dilaporkan ke Polda Sumut pada Juli 2023, tapi sampai saat ini belum ada kejelasan dan tindak lanjut dari kepolisian.
Untuk itu, pihak perusahaan minta kepada Polda Sumut Pemerintah Provinsi Sumut, khususnya Disperindag serta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dapat segera menindaklanjuti masalah itu.
Menyikapi tuntutan karyawan terkait pembayaran 7 bulan gaji (Agustus 2023 - Februari 2024) Nasib Pane mengatakan, pihak perusahaan tidak mempunyai kewenangan lagi, karena Disnaker sudah menetapkan pembayaran 4 bulan gaji oleh perusahan. Hal itu berdasarkan hasil mediasi antara Disnaker, managemen perusahaan dan karyawan, beberapa waktu lalu. (04)