Korban Mafia Tanah di Samosir Minta Perhatian Kapolda Sumut Baru

Rabu, 05 Juli 2023 | 19.27 WIB

Bagikan:
Jons Arifin Turnip (tengah) didampingi kuasa hukumnya saat mendatangi Mapolda Sumut, Rabu (5/7/2023). (foto : mimbar/ded)

MEDAN, (MIMBAR) - Jons Arifin Turnip (68), warga Rokan Hilir Riau, meminta Kapolda Sumut baru, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi memberikan perhatian terhadap kasusnya. 


Sebab, kasus dugaan pemalsuan data dan penggelapan yang dilaporkannya sejak 2019 lalu hingga kini belum memberikan kepastian hukum.


Padahal, sejak 2020 lalu, penyidik Direktorat (Dit) Reskrimum Polda Sumut telah menetapkan dua orang tersangka, namun sampai saat ini tidak pernah ditangkap dan ditahan.


"Yang saya alami, tersangka mafia tanah atas nama PS dan KS sampai sekarang tidak ada prosesnya. Harapan saya kepada Bapak Kapolda Sumut yang baru memberi atensi untuk menangkap dan menahan mafia tanah," ujar Jons Arifin Turnip didampingi penasihat hukumnya Arlius Zebua, Agustinus Buulolo dan Franjul M Sianturi dari LBH AJWI Sumatera Utara di depan gedung Dit Reskrimum Polda Sumut, Rabu (5/7/2023) sore.


Menurut dia, sudah pergantian tiga Kapolda Sumut hingga Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak, tersangka KS dan PS tidak pernah ditahan. Sehingga dia menilai pangkat dan jabatan KS serta lebih tinggi dari Kapolda. 


Karena itu, dia juga meminta Presiden Joko Widodo memperhatikan masyarakat yang lemah untuk mendapatkan keadilan.


"Sepertinya lebih tinggi pangkat si tersangka itu dari pada Kapolda. Saya minta Pak Presiden yang mulia, saya yang kecil ini ditindas oleh hukum," sebutnya.


Sementara, Arlius Zebua menyebutkan, praktik mafia tanah itu adalah dengan cara memalsukan data dan menerima ganti rugi lahan dari pemerintah dilakukan tersangka KS dan PS.


Dia menyebutkan, dalam pembangunan sutet/tower listrik oleh negara (PLN) di atas tanah milik kliennya yang sudah bersertifikat, tapi orang lain yang menerima ganti ruginya.


"Mestinya klien saya yang menerima ganti rugi, tapi kenapa malah diterima oleh orang lain, yakni kedua tersangka PS dan KS seorang pejabat desa, kerugian klien saya senilai Rp 80 juta," tuturnya.


Dia mengatakan, berkas perkara kasus itu sudah pernah dilimpahkan penyidik Dit Reskrimum Polda Sumut ke kejaksaan, namun dikembalikan karena dianggap belum lengkap (P-19).


"Berkas mandar-mandir terus dari Polda Sumut ke Kejatisu. Kita tidak tahu apa masalahnya, padahal alat bukti sudah cukup. Jadi kita merasa dua tersangka ini kebal hukum," kesal Zebua.


Karena hal itulah membuat mereka mendatangi Kejati Sumut untuk mempertanyakan apa kendalanya. Saat di Kejatisu, mereka disambut jaksa fungsional, Syamsir dan menyambut kedatangan mereka dengan baik.


"Kita sampaikan uneg-uneg kita yang pada intinya kenapa ini belum juga diproses. Jadi perlu kami tegaskan, bahwa di tanah tersebut sudah terbit sertifikat hak milik bernomor 201 dan 202 di antara tanah yang dibangun sutet/tower itu didirikan. Jadi seharusnya klien kami lah yang harus menerima ganti rugi itu bukan orang lain. Nah inilah yang kami pertanyakan, ada apa ini dan siapa dia sebenarnya," kata Zebua lagi. 


Jadi kami berharap pihak kejatisu objektif dan profesional, jangan karena pengaruh atau intervensi dari pihak lain sehingga takut menegakkan hukum. 


"Kalau berbicara bukti kita memiliki bukti kuat yang sah, dasarnya juga sudah ada bahwa tanah tersebut adalah milik klien kami ini, di BPN juga terdata sesuai dengan titik koordinatnya semua, jadi kami heran kenapa kejaksaan selalu mengatakan berkas perkara ini belum lengkap padahal alat buktinya sudah kami penuhi," pungkasnya. 


Kasubbid Penmas Polda Sumut, AKBP Herwansyah Putra ketika dikonfirmasi mengenai berkas perkara tersebut mengatakan, masih dilengkapi penyidik. "Penyidik masih melengkapi berkasnya sesuai dengan petunjuk jaksa," tandasnya. (04)


KOMENTAR