![]() |
| Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Sumut, Poppy Maulita saat temu pers di Kantor Gubernur Sumut, Rabu (5/11/2025). (foto : mimbar/mar) |
MEDAN, (MIMBAR) - Provinsi Sumatera Utara mencatatkan inflasi sebesar 4,97 persen (yoy) di bulan Oktober 2025. Inflasi Sumut tersebut masih yang tertinggi di Indonesia. Sebelumnya inflasi di bulan September 5,32 persen.
Masih tingginya inflasi Sumut tersebut membuktikan gagalnya Gubernur Sumut, Bobby Nasution dalam mengendalikan inflasi Sumut.
Salah satu kebijakan Bobby Nasution melalui BUMD untuk meredam inflasi adalah pembelian lebih dari 50 ton cabai merah dari Jember, Jawa Timur, yang terbukti tidak efektif menurunkan inflasi pangan.
"Secara objektif, iya. Gubenur Sumut, Bobby Nasution dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) gagal," ujar Pengamat Anggaran Pemerintah, Elfenda Ananda kepada wartawan, Rabu (5/11/2025), menyoal masih tingginya inflasi Sumut di bulan Oktober.
Ia mengatakan tingkat inflasi yang masih tertinggi di Indonesia mencerminkan kebijakan politik anggaran yang memangkas belanja fungsi ekonomi dari 13,65 persen menjadi 8,85 persen pada P-APBD 2025 serta kelemahan koordinasi dan efektivitas kebijakan pengendalian inflasi daerah.
Elfenda mengatakan, Pemprov Sumut kelihatan gagap dan terburu-buru dalam mengambil langkah pengendalian inflasi, dengan membeli cabai merah dari Jember, dengan kualitas pasokan buruk.
"Sebagian besar cabai yang datang dilaporkan rusak atau tidak layak konsumsi, sehingga gagal menambah pasokan di pasar secara nyata," ujar Elfenda.
Dari sisi teknis distribusi, jelas Elfenda, pengiriman belum memperhitungkan secara matang dan tidak didahului komunikasi dengan kelompok pedagang. Karena abai dan lalai dalam mengendalikan inflasi dan lebih fokus dengan infrastruktur, maka kebijakan mendatangkan cabai dari Jember.
Ia mengatakan distribusi cabai merah Jember dan waktu kedatangannya tidak tepat. Pasokan datang setelah harga sudah terlanjur tinggi, sementara jalur distribusi lokal tidak siap menerima atau menyebarkan secara merata.
Karena itu, Elfenda mengatakan kebijakan yang dibuat Pemprov Sumut lebih bersifat jangka pendek dan simbolis. Intervensi hanya pada satu komoditas dan dengan volume kecil dibanding total kebutuhan konsumsi cabai di Sumut yang bisa mencapai ratusan ton per minggu.
"Kesimpulannya, kebijakan ini (pembelian cabai merah) lebih bersifat reaktif daripada strategis, sehingga tidak cukup untuk menahan laju inflasi bahan pangan," ujarnya.
Sebelumnya berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, tren Inflasi tertinggi Sumut se-Indonesia masih berlanjut sampai Oktober 2025. Inflasi tercatat 4,97 persen (yoy), dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 110,89.
Dibandingkan bulan sebelumnya September sebesar 5,32 persen, inflasi Sumut pada Oktober tersebut menunjukkan penurunan yang hanya sebesar 0,35 persen.
Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Sumut, Poppy Marulita Hutagalung mengatakan, sejumlah intervensi yang dilakukan Pemprov Sumut bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Satgas Pangan, pemerintah kabupaten/kota, serta instansi terkait lainnya menunjukkan hasil positif.
"Diantaranya Pemprov Sumut melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) juga menyalurkan cabai merah dari Jawa, yang dinilai efektif menekan harga cabai di pasaran" kata Poppy Maulita saat temu pers di Kantor Gubernur Sumut, Rabu (5/11/2025).
Intervensi pasar ini merupakan bagian dari Program Jaminan Kestabilan Harga Komoditi Pertanian (Jaskop), salah satu Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Gubernur Sumut Bobby Nasution, sebagai wujud komitmen pemerintah daerah menjaga stabilitas harga pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Komoditas penyumbang inflasi masih didominasi cabai merah dan emas perhiasan,” ujar Poppy. (01)
