![]() |
Pembantu Kepala Sekolah, SMP Negeri 35 Medan, M. Dolly Harmen Lubis. (foto : mimbar/lis) |
MEDAN, (MIMBAR) Wakil Kepala Sekolah atau Pembantu Kepala Sekolah (PKS) SMP Negeri 35 Medan, M. Dolly Harmen Lubis menolak konfirmasi terkait penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMPN 35 Medan.
Selain itu, Dolly Herman juga melarang wartawan melakukan perekaman wawancara di lingkungan sekolah tersebut, termasuk pernyataannya, meski sudah dijelaskan bahwa rekaman tersebut digunakan murni untuk kepentingan jurnalistik.
"Selain kejaksaan, BPK, inspektorat, dan kepolisian, tidak ada yang berhak meminta data BOS,” jelas PKS SMPN 35 Medan, M. Dolly Harmen Lubis kepada wartawan yang hendak konfirmasi terkait penggunaan dana BOS di SMPN 35, Senin (16/9/2025).
Padahal menutupi informasi penggunaan dana BOS bertentangan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dalam Undang-undang tersebut menyatakan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi yang berada di bawah kewenangannya kepada masyarakat.
Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Sumatra Utara, R Syahputra menyatakan, sikap menutup diri yang dilakukan PKS SMPN 35, Dolly Harmen Lubis terhadap akses publik tidak hanya melanggar regulasi, tetapi juga menunjukkan rendahnya pemahaman seorang pejabat sekolah terhadap prinsip keterbukaan informasi publik.
"Dana BOS itu uang rakyat. Masyarakat berhak tahu penggunaannya, kalau sekolah menutup diri, itu justru membuka peluang penyalahgunaan. Apalagi jika sampai wartawan dihalang-halangi, maka potensi penyimpangan makin sulit diawasi,” ujarnya.
Menurutnya, praktik penolakan informasi publik seperti ini berpotensi masuk kategori maladministrasi sebagaimana diatur oleh Ombudsman RI. Jika dibiarkan, hal tersebut bisa menggerus kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran sekolah negeri, serta menimbulkan dugaan adanya praktik koruptif yang disembunyikan.
"Tindakan itu sebagai bentuk penghalangan kerja pers, yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ancaman pidana atas perbuatan tersebut penjara maksimal 2 tahun atau denda hingga Rp500 juta" jelasnya. (01)