Prof Yusril Menilai Ada "Penyelundupan Hukum" di Putusan MK

Selasa, 17 Oktober 2023 | 16.15 WIB

Bagikan:
Pakar hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra. (foto : mimbar/net)

JAKARTA, (MIMBAR) - Pakar hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan kepala daerah pernah atau sedang menduduki jabatan meskipun belum 40 tahun bisa mencalonkan diri sebagai presiden/wakil presiden. Yusril mengatakan ada penyelundupan hukum dalam putusan tersebut.


Hal itu disampaikan Yusril dalam diskusi OTW2024 'Menakar Pilpres Pasca Putusan MK', di AONE Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (17/10/2023). 


Diketahui MK menolak gugatan Nomor 29-51-55/PUU XXI/2023, sedangkan pada gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK mengabulkan sebagian.

"Banyak orang yang terkecoh, termasuk saya, pada putusan MK yang pertama. Saya mengatakan pendapat MK akan terjadi Mahkamah Keluarga tidak terbukti, MK masih tetap menjadi lembaga yang menjaga konstitusi," ujar Yusril.

"Tapi sampai pada putusan keempat, kita semua tiba-tiba agak terenyak, sepertinya sebuah kejutan dan sebuah antiklimaks terhadap tiga putusan sebelumnya. Bagi saya, putusan terakhir ini problematik," sambungnya.

Menurutnya, putusan tersebut tidak mengalir dari hulu ke hilir, sehingga dinilai adanya kecacatan hukum. Diapun memandang ada penyelundupan hukum di putusan tersebut.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini juga mengatakan, putusan tersebut bukanlah putusan bulat. Sebab, dalam putusan, ada 3 hakim menyetujui, 2 hakim concurring opinion, dan 4 dissenting opinion.

"Tapi kalau kita baca argumen yang dirumuskan dalam concurring, itu bukan concurring, itu dissenting, kenapa yang dissenting dibilang concurring? Itulah yang saya katakan penyelundupan. Yang concurring jadi dissenting sehingga putusannya jadi 5:4," jelas dia.

Meski begitu, kata dia, putusan MK tetap berlaku dan harus dilaksanakan atau ditindaklanjuti, termasuk oleh KPU. Namun Yusril mengatakan PKPU tidak lantas rontok sendiri karena adanya putusan MK. Sebab, MK tak menguji PKPU.

Dia lantas mempertanyakan bagaimana KPU mengubah Peraturan KPU yang telah dibuatnya mengenai pendaftaran capres-cawapres di saat DPR masih dalam masa reses. Sedangkan KPU wajib berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam membuat aturan.

"Dalam PKPU itu masih disebutkan syarat capres itu 40 tahun, itu mungkin anggota KPU, Pak Hasyim 'Kami akan segera ubah ya'. Anda harus segera ubah, karena apa? Ada putusan MK bilang begini, jadi harus ubah sebagai konsekuensi bukan karena ada diperintah MK untuk ubah," ungkap dia.

"UU mengatakan KPU mau bentuk peraturan, termasuk ubah peraturan, ya harus konsultasi dengan DPR. Kalau tidak konsultasi, perubahan itu cacat hukum, bisa dibatalkan MA, itu diuji formil tidak memenuhi syarat," sambungnya.

Namun, yang menjadi masalah, kata dia, saat ini DPR dalam masa reses, dan pendaftaran capres-cawapres akan dibuka pada 19 Oktober 2023. Hal itu pun, menurutnya, menjadi masalah yang cukup serius.

"Sekarang kapan Pak Haysim mau datang ke DPR? DPR sedang reses, apakah dalam waktu tiga hari ini bisa? Bisa panggil anggota DPR supaya tidak reses? Bisa Pak Haysim konsultasi, terus menuangkan PKPU sebelum tanggal 19 dibuka pendaftaran? Ini problem, saya ngomongin ini serius, sangat-sangat serius," tuturnya. 01)

KOMENTAR