![]() |
Ketua Umum DPD ASKONAS Provinsi Sumatera Utara, Ir Rikson Sibuea ST. (foto : mimbar/mar) |
MEDAN, (MIMBAR) - Ketua Umum DPD Asosiasi Kontraktor Nasional (ASKONAS) Provinsi Sumatera Utara, Ir Rikson Sibuea ST, menentang proses tender (pengadaan barang dan jasa) secara e-katalog.
Rikson Sibuea mengatakan e-katalog bukan tender, tetapi pada prakteknya telah berubah menjadi e-korupsi dan e-katalog jasa konstruksi makan korban OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh Kimisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan Rikson Sibuea saat Podcast Cerita RN di kanal youtube Cerita RN, yang tayang Sabtu (5/7/2025).
Hal itu, tegas Rikson, merujuk pada maraknya kasus korupsi memanfaatkan tender secara e-katalog, seperti pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, Kamis (26/6/2025).
Menurut Rikson, e-katalog bukan tender, karena tidak digelar oleh sejenis kelompok kerja (Pokja). "Kenapa?, kalau dia tender, berdasarkan regulasi, itu harus melalui Pokja," ujar Rikson.
Rikson Sibuae mengatakan, tender secara e-katalog saat ini cenderung dilaksanakan dengan prinsip suka tidak suka.
"Realitasnya suka tidak sukalah saya bahasakan, nggak ada itu sesuai dengan kualifikasi, sesuai kualitas," ujar Rikson Sibuea, yang juga Ketua Ikatan Alumni Teknik Sipil (IKATEKSI) Universitas HKBP Nomensen Medan itu.
Sehingga seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam menentukan peserta yang bisa mengikuti kegiatan proyek lewat e-katalog, cenderung harus yang dikenal. "Dan ini sangat sulit dikontrol, karena otoritas PPK-nya sangat tinggi," jelasnya.
Fakta kasus suap yang menimpa Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting dan empat orang lainnya di mana mereka sudah ditahan dan tersangka suap, adalah contoh yang membuktika e-katalog itu telah menjadi e-korupsi.
Rikson meminta Presiden RI Prabowo Subianto merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
"Perpres 12/2021 itu harus direvisi. Kenapa regulasi e-katalog tak jelas, apa regulasi ini, saya tahu beberapa waktu lalu, ada yang menggugat itu karena legal standing-nya nggak jelas ini e-katalog ini," jelas Rikson. (01)